Al-Barro bin Malik
Keutamaannya
Walaupun dikenal dengan perawakan yang kurus namun gerakannya gesit dan sulit dilihat. Terbukti beliau berhasil membunuh 100 orang musyrik dalam satu peperangan, selain orang-orang yang berhasil dibunuhnya dalam perang-perang yang diikutinya bersama para pejuang. Dia adalah orang yang gagah berani dan pantang mundur, demikian tulis Umar dalam sebuah surat yang ia tujukan kepada para pembantunya: “Janganlah ia ditunjuk sebagai pimpinan pasukan muslimin karena khawatir mereka semua terbunuh karena maju terus.” Dialah Al-Barro bin Malik, saudara Anas bin Malik pembantu Rosululloh ﷺ.
Kisah ini dimulai setelah Rosululloh ﷺ wafat, saat beberapa kabilah Arab murtad keluar dari Islam secara berbondong-bondong, seperti saat mereka masuk Islam. Sampai yang tersisa hanyalah para penduduk Mekkah, Madinah,Thoif dan beberapa kelompok di sana-sini yang Alloh kokohkan hati mereka untuk tetap beriman.
Perang Yamamah
Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq rodhiyallohu’anhu tetap tegar menghadapi fitnah yang merebak ini. Ia tegar bagai gunung kokoh yang tak bergeming. Beliau menyiapkan 11 pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshor. Beliau juga menyiapkan 11 panji yang masing-masing dibawa oleh panglima pasukan tadi. Ia mengutus kesebelas pasukan tadi ke seluruh penjuru Arab untuk mengembalikan mereka yang murtad kepada jalan petunjuk dan kebenaran, dan untuk menggiring orang-orang yang sesat menuju jalan yang lurus dengan sabetan pedang.
Kaum murtad yang paling kuat dan banyak pasukannya adalah Bani Hanifah yang menjadi pendukung Musailamah Al-Kazzab. Saat itu Musailamah didukung oleh kaum dan sekutunya yang berjumlah 40 ribu orang. Kebanyakan dari mereka mendukungnya karena fanatisme dan bukan karena beriman kepadanya. Sebagian dari mereka mengatakan: “Aku bersaksi bahwa Musailamah adalah pembohong dan Muhammad adalah benar. Tetapi pembohong yang berasal dari suku Rabi’ah lebih kami sukai daripada orang yang benar berasal dari suku Mudhar.”
Musailamah berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan pertama kaum muslimin di bawah komando Ikrimah bin Abi Jahal. Lalu Abu Bakar rodhiyallohu’anhu mengirimkan pasukan muslimin kedua di bawah komando Khalid bin Walid di mana pasukan tersebut dipenuhi para tokoh Anshar dan Muhajirin. Salah satu dari mereka adalah Al-Barro bin Malik.
Kedua pasukan bertemu di daerah Yamamah di Najd. Di awal pertempuran, pasukan Musailamah dan pendukungnya terlihat unggul. Bumi yang dipijak oleh pasukan muslimin terasa berguncang saat itu. Kaum muslimin mulai bergerak mundur dan terjepit. Ketika itu kaum muslimin merasakan bahaya yang begitu besar. Mereka menyadari bahwa bila mereka sampai kalah oleh Musailamah maka Islam tidak akan berdiri tegak lagi dan Alloh ﷻ tidak akan pernah disembah lagi di jazirah Arab.
Khalid langsung bangkit menuju pasukannya. Ia mulai mengatur kembali pasukannya. Ia mendahulukan kaum Muhajirin di pasukan depan dan Anshar di belakang. Terjadilah perang di antara dua kubu dengan sangat hebat. Kaum muslimin belum pernah menjalani peperangan yang begitu dahsyat seperti ini sebelumnya. Kaum Musailamah telah berdiri dengan congkaknya di medan perang seolah mereka bagai gunung yang tak bergeming dan mereka seolah tidak peduli akan banyaknya korban dari pihak mereka. Umat Islam saat itu didukung oleh para pahlawan pemberani. Terdapat di sana Tsabit bin Qais pembawa panji Anshor yang telah menyiapkan perlengkapan kematian, kain kafan dan menggali sendiri kuburan untuk dirinya. Ia masuk ke dalam lobang yang digalinya tersebut sehingga mencapai separuh dari betisnya. Ia berdiri tegap dalam posisinya itu. Ia berjuang mempertahankan panji kaumnya sehingga ia binasa dan menjadi syahid.
Ada pula Zaid bin Khotob saudara Umar bin Khattab rodhiyallohu’anhu yang menyeru pasukan muslimin: “Wahai semua manusia, gigitlah kuat-kuat geraham kalian, seranglah musuh kalian dan terus maju pantang mundur. Wahai semua manusia, Demi Alloh aku tidak akan berkata apapun lagi setelah ini sampai Musailamah dapat dikalahkan atau aku berjumpa Alloh dan aku akan bersaksi di hadapannya.” Kemudian ia mulai menyerang musuh dan terus berperang sampai gugur.
Ada juga Salim budak Abu Hudzaifah yang membawa panji kaum Muhajirin. Kaumnya khawatir akan kelemahan fisik dan rasa takut yang dimilikinya, sehingga kaumnya berkata kepada Salim: “Kami khawatir kita akan diserang dari arahmu.” Salim menjawab: “Jika kalian diserang musuh dari arahku, maka seburuk-buruknya penjaga Al-Qur’an adalah aku.”
Patriotik Al-Barro
Kemudian Salim menyerang para musuh Alloh dengan sangat berani sampai ia gugur. Akan tetapi semua pahlawan tadi masih kalah dibandingkan kisah kepahlawanan Al-Barro bin Malik rodhiyallohu’anhu. Hal itu karena saat Khalid melihat perang berkecamuk dengan sangat dahsyat, ia menoleh ke arah Al-Barro bin Malik sambil berkata: “Seranglah mereka, wahai pemuda Anshor!” Maka Al-Barro pun melihat ke arah kaumnya dan berkata: “Wahai kaum Anshor, janganlah seorangpun di antara kalian berpikir untuk kembali ke Madinah; tidak ada lagi Madinah bagi kalian setelah hari ini… yang ada hanyalah Alloh ﷻ dan surga…”
Kemudian Al-Barro dan kaumnya membawa panji mereka untuk menyerang kaum musyrikin. Dan ia terus menyerang membuka barisan lawan. Ia menebaskan pedangnya di leher para musuh Alloh sampai Musailamah dan pendukungnya terjepit. Mereka mundur ke sebuah kebun yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hadiqatul Maut (Kebun Kematian) karena banyaknya korban yang mati di hari itu.
Hadiqatul Maut adalah sebuah tanah yang luas dan memiliki tembok yang tinggi. Musailamah dan ribuan tentaranya menutup gerbang kebun tersebut. Mereka semua berlindung dengan tembok-tembok tinggi yang ada di dalamnya. Dan mereka menembakkan anak panah mereka dari dalam kebun tersebut sehingga anak panah bagaikan hujan yang turun dengan deras bagi kaum muslimin. Saat itu majulah sang pejuang Islam yang gagah berani, Al-Barro bin Malik sambil berseru: “Wahai kaumku, taruhlah aku di alat pelempar, dan arahkanlah ke arah para pemanah itu. Lemparkanlah aku ke dalam taman dekat gerbangnya. Karenanya bila aku tidak mati syahid, maka aku akan membukakan gerbang taman untuk kalian.
Pembuka Gerbang
Dalam sekejap Al-Barro bin Malik telah duduk di atas alat pelempar. Maka para pejuang yang lain mengangkat dan melemparkannya ke dalam Hadiqatul Maut di antara ribuan pasukan Musailamah. Lalu turunlah Al-Barro di pihak musuh seperti kilat menyambar. Ia terus menyerang mereka di depan gerbang kebun. Ia berhasil membunuh 10 orang dari mereka dan berhasil membuka gerbang walaupun ia mengalami lebih dari 80 luka panah dan sabetan pedang karenanya.
Pasukan umat Islam langsung merangsek ke arah Hadiqatul Maut dari seluruh penjuru pagar dan gerbangnya. Mereka menyabetkan pedang ke arah leher para kelompok murtadin, sehingga tidak kurang dari 20 ribu pasukan dari pihak mereka tewas termasuk Musailamah Al-Kadzab.
Al-Barro bin Malik dibawa dengan kendaraannya untuk mendapatkan perawatan. Khalid bin Walid merawatnya selama sebulan penuh untuk menyembuhkan semua luka yang ada pada tubuh Al-Barro hingga akhirnya ia pun pulih kembali. Dengan keberanian Al-Barro, pasukan muslimin meraih kemenangan telak.
Al-Barro telah mengobarkan semangatnya untuk mendapatkan kesyahidan dalam peristiwa Hadiqatul Maut. Ia terus mengikuti perang demi perang karena ingin mewujudkan cita-citanya yang tertinggi itu dan karena rindu kepada Nabi ﷺ, sampai tiba hari penaklukan kota Tustar di negeri Persia.
Syahid Di Penaklukan Tustar
Persia saat itu dibentengi dengan salah satu benteng yang terletak di dataran tinggi. Umat Islam telah berhasil mengepung mereka dengan sangat ketat. Saat pengepungan tersebut berlangsung cukup lama dan pihak Persia sudah merasa semakin terjepit maka mereka membuat rantai besi yang mereka ulurkan dari pagar benteng tersebut. Di ujung rantai digantungkan penjepit yang terbuat dari baja yang disulut api sehingga lebih panas dari batu bara. Penjepit itu berputar mengenai tubuh kaum muslimin dan mencomot tubuh mereka.
Pasukan Persia mengangkat tubuh kaum muslimin yang terkena jepitan tadi ke atas baik dalam keadaan mati ataupun sekarat. Suatu ketika, pasukan Persia yang bertugas menggunakan alat tersebut mengarahkannya kepada Anas bin Malik, saudara Al-Barro bin Malik. Begitu melihatnya, Al-Barro langsung melompat ke arah tembok benteng dan meraih rantai yang telah mengambil tubuh saudaranya. Al-Barro berjuang keras untuk menggoncang penjepit tadi untuk mengeluarkan Anas dari dalamnya. Tangan Al-Barro menjadi terbakar dan melepuh, ia tidak menghentikan usahanya sampai saudaranya terbebas, dan ia pun jatuh setelah hanya tulang yang tersisa dari tangannya tanpa daging sedikitpun.
Dalam peperangan ini, Al-Barro bin Malik berdo’a kepada Alloh ﷻ agar ia diberikan mati syahid dan Alloh ﷻ mengabulkan permohonannya. Al-Barro akhirnya gugur sebagai seorang syahid yang amat rindu berjumpa dengan Alloh ﷻ.