Amr bin Al Jamuh
Tradisi Jahiliyah Pembesar
Amr bin Jamuh adalah salah seorang pembesar Yatsrib yang terkenal sangat penderma dan terhormat. Salah satu kebiasaan pembesar pada masa jahiliah adalah mereka membuat berhala di rumahnya. Berhala milik Amr bin Jamuh diberi nama dengan Manat yang ia buat dari kayu yang bagus. Amr sangat perhatian terhadap berhala ini dengan menjaganya dan memberinya wewangian terbaik.
Gerakan Dakwah Mus’ab
Amr bin Jamuh telah menginjak usia 60 tahun saat cahaya iman menerangi rumah-rumah penduduk Yatsrib dengan gerakan dakwah yang dilakukan oleh Mus’ab bin Umair. Dari tangan Mus’ab bin Umair, istri dan tiga orang anak Amr bin Jamuh telah masuk Islam tanpa sepengetahuannya.
Amr bin Jamuh sendiri khawatir jika anak-anaknya masuk Islam. Ia berpesan kepada istrinya: “Ya Hindun, jagalah anak-anakmu agar tidak berjumpa dengan pria itu (maksudnya Mus’ab bin Umair).”
Istrinya menjawab: ‘Baik kalau begitu. Tetapi apakah engkau bersedia mendengar langsung dari anakmu Muadz apa pendapatnya tentang orang ini?”
Amr berkata: “Celaka kamu! Apakah Muadz telah keluar dari agamanya tanpa sepengetahuanku?”
Istrinya lalu berkata dengan lemah lembut kepada suaminya yang sudah menua: “Tidak, tetapi ia pernah menghadiri majelis yang digelar orang ini,”
Lalu Amr berkata: “Panggil dia untuk menghadapku…!” Saat Muadz datang di hadapannya, Amr berkata kepadanya: “Ceritakan kepadaku apa yang telah dikatakan oleh orang itu (Mus’ab bin Umair)!”
Maka Muadz langsung membacakan: “Dengan Nama Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Alloh Tuhan Semesta Alam. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sang Pemilik Hari Pembalasan. Hanya kepada-Mu lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan yang Kau berikan nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang Kau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”
Lalu Amr berkata: “Alangkah indahnya ucapan ini?! Apakah semua pembicaraannya seperti ini?!”
Muadz menjawab: ‘Bahkan lebih indah dari ini, wahai ayahku. Apakah engkau mau mengikutinya. Semua kaummu telah bersumpah setia kepada Mus’ab bin Umair!”
Amr lalu berkata: “Aku tidak akan melakukannya sampai aku meminta pendapat Manat dan aku akan melihat apa yang akan dikatakannya.”
Maka Muadz berkata: “Apa yang dapat diucapkan oleh Manat, wahai ayahku. Dia hanyalah sebuah kayu yang tuli. Tidak dapat berpikir dan berbicara!”
Terkagum Indahnya Al-Qur’an
Amr pun berkata dengan sengit: “Aku katakan kepadamu bahwa aku tidak akan mengambil keputusan sebelum bermusyawarah dengannya.” Lalu Amr bin Jamuh datang menghadap Manat. Kebiasaan mereka kaum jahiliah adalah jika ingin berbicara dengan berhala, mereka berdiri di belakang seorang wanita tua, sehingga wanita tua tadi akan memberikan jawaban seperti yang diilhamkan oleh para berhala –dalam sangkaan mereka-, namun kali ini Amr berdiri tegak lurus langsung di hadapan Manat. Ia bertumpu pada kakinya yang sehat, kaki Amr yang satunya lagi telah pincang. Amr berkata: “Ya Manat, tidak disangsikan bahwa kau telah mengetahui orang yang datang dari Mekkah dan berdakwah di negeri kita. Yang ia inginkan hanyalah keburukan. Ia datang ke sini untuk menghalangi kami menyembahmu. Aku tidak mau bersumpah setia kepadanya –meski aku mendengarkan betapa indah ucapannya- sampai aku bermusyawarah dahulu denganmu. Berilah pendapatmu kepadaku!” Namun Manat tidak berkata sepatah katapun kepada Amr. Lalu Amr berkata: “Mungkin engkau telah murka. Aku tidak akan melakukan apapun yang dapat membahayakanmu setelah ini. Tetapi tidak masalah, aku akan membiarkanmu sendiri dalam beberapa hari ini sampai amarahmu menjadi reda.”
Anak-anak Amr bin Jamuh mengerti betapa ayah mereka begitu cinta kepada berhalanya. Dan kecintaan tersebut semakin bertambah dengan berjalannya waktu. Akan tetapi mereka menyadari bahwa ayah mereka mulai ragu akan kehebatan Manat dalam hatinya. Dan mereka juga sadar bahwa mereka harus mengubah pengaruh Manat dari hati ayahnya, dan itulah cara satu-satunya menuju iman.
Merasakan Manisnya Iman
Pada suatu malam, anak-anak Amr bin Al Jamuh bersama Muadz bin Jabal mengambil Manat dan memasukkannya ke sebuah tempat sampah. Mereka pun kembali ke rumah masing-masing tanpa ada seorangpun yang mengetahui ulah mereka. Begitu pagi datang menjelang, Amr pergi dengan langkah pasti untuk memberi salam kepada berhalanya, namun sayang kali ini ia tidak menjumpainya. Ia langsung berseru: “Celaka kalian, siapa yang telah berani berlaku nista kepada tuhan kita malam tadi?!…” Tidak ada seorang pun yang mengaku. Serta-merta ia mencari berhala tadi di dalam dan di luar rumah. Dia terlihat begitu marah dan emosi sampai ia menemukan Manat dengan kepala tersembul di sebuah lubang. Maka Amr langsung mencucinya dan memberikan wangi-wangian. Lalu ia mengembalikan Manat ke tempatnya. Ia berkata kepada Manat: “Demi Alloh, kalau saja aku tahu siapa yang melakukan ini, pasti akan aku siksa dia!”
Hal tersebut terjadi berkali-kali. Saat Amr sudah merasa jengkel, ia datang menghadap Manat sebelum beranjak tidur dengan membawa pedangnya dan pedang tersebut ia gantungkan ke kepala Manat sambil berkata: “Wahai Manat, Demi Alloh aku tidak tahu siapa yang melakukan hal ini. Jika kau mampu, tolaklah kejahatan dari dirimu. Bawalah pedang ini bersamamu!” Setelah merasa nyaman. Amr pun berangkat tidur. Begitu anak-anak Amr merasa yakin bahwa ayah mereka sudah terlelap tidur, maka serta merta mereka langsung berhambur menuju berhala tadi. Mereka melepas pedang dari leher berhala dan membawanya keluar. Mereka mengikatkan Manat dengan tambang ke seekor anjing yang telah mati. Mereka lalu melemparkan keduanya ke sebuah sumur tempat kotoran dan sampah.
Begitu Amr yang tua terjaga dan ia tidak mendapati berhalanya, ia pun pergi untuk mencarinya. Ia mendapati bahwa Manat sedang tertelungkup wajahnya dalam sumur dan terikat dengan seekor anjing yang telah mati. Pedang yang ada bersama Manat telah diambil. Kali ini, Amr tidak mengeluarkan Manat dari lubang, dengan berkata: Demi Alloh, bila engkau adalah tuhan, tidak mungkin engkau terikat bersama anjing di dalam sumur. Tidak lama kemudian ia pun masuk Islam.
Amr bin Jamuh merasakan manisnya iman yang membuat ia menyesali masa lalunya dalam kemusyrikan. Ia memeluk Islam dengan jiwa dan raganya. Ia mendedikasikan jiwa, harta dan anaknya untuk taat kepada Alloh dan Rosul-Nya.
Ikut Serta Berjihad
Tidak lama berselang, maka meledaklah perang Uhud. Amr bin Jamuh menyaksikan para putranya sedang bersiap-siap untuk menghadapi musuh Alloh. Ia mendapati mereka setiap pagi dan petang bagaikan singa di tengah hutan. Mereka begitu semangat untuk mendapatkan kesyahidan dan meraih ridho Alloh. Kondisi ini membuatnya ikut bersemangat. Ia bertekad untuk berangkat bersama mereka berjihad. Akan tetapi anak-anaknya bersepakat untuk menghalangi ayah mereka untuk melaksanakan niatnya. Sebab ayahnya adalah seorang yang amat tua renta. Ditambah lagi, kakinya yang pincang. Maka anak-anaknya berkata kepada Amr: “Wahai ayah, Alloh telah memaafkanmu. Mengapa engkau membebani dirimu sendiri padahal Alloh sudah memaafkanmu?!”
Maka Amr yang tua renta pun menjadi amat berang. Ia langsung datang menghadap Rosululloh ﷺ untuk mengadukan mereka kepada Beliau. Ia berkata: “Wahai Nabi Alloh, anak-anakku melarangku untuk melakukan kebaikan ini. Mereka beralasan karena kakiku pincang. Demi Alloh, aku berharap dapat menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini.”
Maka Rosululloh ﷺ bersabda kepada anak-anak Amr: “Biarkan ia; semoga Alloh memberikan kesyahidan baginya.” Maka anak-anak Amr membiarkan ayah mereka karena taat dengan perintah Rosululloh ﷺ.
Merindukan Surga
Begitu waktu berangkat diumumkan, maka Amr bin Al Jamuh mengucapkan kata perpisahan kepada istrinya seperti ucapan perpisahan orang yang tak akan kembali lagi. Ia lalu menghadap kiblat dan mengangkat kedua telapak tangannya ke arah langit seraya berdoa: “Ya Alloh berikanlah aku kesyahidan dan jangan kembalikan aku kepada keluarga lagi dengan rasa putus asa” Lalu ia berangkat dengan dilindungi oleh ketiga anaknya dan pasukan yang banyak. Saat peperangan berkecamuk dengan sengit, dan manusia sudah mulai terpisah dari barisan Rosululloh ﷺ, Amr bin Al Jamuh terlihat pada barisan pertama. Ia melompat dengan kakinya yang sehat sambil berseru: “Aku merindukan surga!!” dan di belakangnya terlihat anaknya yang bernama Khallad. Keduanya membabatkan pedang mereka sambil melindungi Rosululloh ﷺ dari musuh sampai keduanya tersungkur sebagai syahid.