Manusia diciptakan Sang Khaliq dalam keadaan fitroh, fitroh tersebut berkaitan dengan fungsi dan tujuan penciptaan manusia sebagai khalifah di bumi yang harus beribadah (mengabdi) kepada Allah ﷻ. Tapi sebenarnya apa yang dimaksud fitroh itu? (Fitroh dan Tauhid)
- DEFINISI FITROH
Kata فطر pada asalnya mempunyai beberapa arti, antara lain: Pembelahan (التَّشَقُّقُ), Permulaan (الإِبْتِدَاءُ), Penciptaan (اَلْخَلْقُ). (Kitab Manhajul Istidlal)
Yang dimaksud dengan fitroh di sini adalah keadaan asal saat manusia diciptakan, yaitu dalam keadaan beragama Islam atau bertauhid.
- FITROH DAN TAUHID (ISLAM)
Sejak penciptaannya, Alloh telah menanamkan dalam diri manusia fitroh yang siap menerima dan mencintai kebenaran, memilih tauhid daripada syirik dan memilih keimanan daripada kekufuran.
Alloh ﷻ berfirman: “….(Tetaplah atas) fitroh Alloh yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Alloh (itulah) agama yang lurus…” (QS. Ar-Ruum: 30).
Jika tidak ada pengaruh luar yang mengubahnya, niscaya manusia akan tetap bahkan tumbuh keimanannya terhadap adanya Alloh dan mengesakan-Nya. Adapun seseorang yang tidak menerima Islam sebagai agama, maka hal itu hanyalah dikarenakan ketidakmurnian fitroh mereka baik karena pengaruh orangtua, maupun pengaruh luar lainnya.
Rosululloh ﷺ bersabda: “Tidak ada seorang anak pun kecuali lahir dalam keadaan fitroh. Kedua ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashroni, atau Majusi.” [HR. Bukhori-Muslim]
Juga sabda Nabi ﷺ dalam hadits qudsi, Alloh berfirman: “Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku dalam keadaan lurus (di atas agama tauhid, yaitu Islam), lalu datang kepada mereka Setan yang menyimpangkan agama mereka..” (HR Muslim)
- Fithroh Terhadap Tauhid Rububiyah
Setiap manusia, sejak diciptakannya pasti telah mengimani keberadaan Alloh ﷻ dan menetapkan bahwa Alloh Sang Pencipta segala sesuatu (Al-Khaliq), Pemberi rizki, Dzat yang menghidupkan, mematikan, memberikan manfaat dan mudhorot dan lain sebagainya dari perbuatan-perbuatan Alloh ﷻ.
Fakta telah membuktikan yang demikian itu, bahkan orang-orang musyrikin yang kafir, mereka pun mengakui keesaan Alloh dalam rububiyahan-Nya.
Allohlberfirman: “Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ tentu mereka akan menjawab: Alloh.” (QS. Luqman: 25)
- Fithroh Terhadap Tauhid Asma’ was Sifat
Dalam hal Tauhid Asma Was Sifat, fitroh manusia akan mengakui bahwa penciptanya memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang Maha Agung, Maha Besar, Maha Tinggi, Maha Perkasa, dan Maha Sempurna dari segala kekurangan. Dan tidak mungkin ada sesuatupun yang dapat menyerupai Alloh dalam nama-nama dan sifat-sifat tersebut.
Alloh ﷻ berfirman: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syuro: 11)
Sejak masa Salafussolih tidak ada satu orang pun yang tidak mengerti tentang Asma wa Sifat, karena fitroh mereka yang bersih. Oleh karena itu ketika Imam Malik ditanya tentang sifat Alloh Al-Istiwa ‘Alal Arsy (bersemayam di atas Arsy), beliau menjawab:
“Istiwaa’ itu telah diketahui (maknanya), kaifiyah-nya (hakikat bagaimana Alloh bersemayam) tidak diketahui, mengimaninya adalah wajib, dan menanyakan tentangnya adalah bid’ah.” [Syarh I’tiqod Ahlissunnati wal jama’ati, Al-Laalikai. 3/429]
- Fitroh Terhadap Tauhid Uluhiyah
Setelah fitroh mengakui tauhid Rububiyah dan Asma was Sifat, maka secara otomatis fitroh tersebut pasti mengakui pula bahwa hanya Alloh yang berhak disembah, dimintai pertolongan, ditaati, diagungkan, dan dibesarkan serta ditakuti oleh semua makhluk-Nya.
Nabi Ibrohim alaihisalam yang dilahirkan di lingkungan gelap gulita penyembahan berhala yang serba lemah. Bahkan berhala itu harus dibuat dengan tangan mereka sendiri. Maka bagaimana mungkin ia bisa menjadi Robb semesta alam? Pengetahuan inilah yang disebut fitroh, sebagaimana ucapan beliau alaihisalam kepada bapaknya:
“Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?.” (QS. Maryam: 42)
Kendati banyak orang-orang musyrikin yang menolak tauhid ini, namun bukan berarti tidak adanya fitroh pada mereka. Fitroh mereka ini, dapat terlihat pada saat orang-orang musyrikin mengalami suatu peristiwa yang sulit lagi genting.
Alloh berfirman: “Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru kecuali Dia, maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS. Al-Isroo’: 67)
Jadi jelas sekali, tauhid itu benar-benar fitroh. Sedangkan syirik, penyembahan berhala, meminta pertolongan kepada orang yang telah mati, bersandar kepada jimat dan lain sebagainya bukanlah berasal dari fitroh manusia.
Manusia sepanjang sejarahnya sejak Nabi Adam hingga Nabi Nuh yang diperkirakan sepuluh abad lamanya, hidup di atas fitroh tauhid.
Alloh berfirman: “Manusia itu adalah umat yang satu (agama yang satu). (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (QS. Al-Baqoroh: 213)
Ibnu ‘Abbas berkata, “Antara Nuh dan Adam terdapat 10 abad lamanya, seluruhnya berada dalam syari’at yang benar, lalu mereka berselisih. Maka Alloh mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.” [Tafsir Ibnu Katsir]
Semoga Alloh ﷻ senantiasa menjaga fithroh yang ada dalam diri-diri kita, dengan begitu kita akan menerima syari’at Islam, agama tauhid dengan lapang dada.
“Barangsiapa yang dikehendaki Alloh berupa petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit..” (QS. Al-An’am: 125)