RAMBU-RAMBU SIROTULMUSTAQIM
- Tauhidulloh (Mengesakan Alloh ﷻ)
Tauhid adalah mengesakan Alloh ﷻ dalam rububiyah-Nya, yaitu dalam perbuatan-perbuatan ketuhanan-Nya, dan dengan mengesakan dan memuliakan nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta mengesakan Alloh ﷻ pada hak-hak-Nya sebagai Ilah (Tuhan) untuk seluruh alam.
Lawan tauhid adalah syirik; yaitu menyekutukan Alloh ﷻ dalam rububiyah-Nya atau dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta hak-hak ke-Ilahan-Nya, atau menyekutukan pada salah satu atau sebagiannya.
Kedudukan Tauhid di antaranya:
- Tauhid merupakan tujuan penciptaan manusia. [Lihat: QS. adz-Dzariyat (51): 56]
- Alam semesta berdiri di atas tauhid. [Lihat: QS. al-Anbiya’ (21): 22]
- Siapa yang berbuat syirik dan meninggalkan tauhid, maka akan kekal di neraka. [Lihat: QS. al-Ma’idah (5): 72]
- Alloh ﷻ tidak mengampuni dosa syirik, bila pelakunya mati sebelum bertaubat. [Lihat: QS. an-Nisa’ (4): 48]
Untuk lebih menyelami keterkaitan hubungan antara tauhid dengan sirotulmustaqim, mari kita renungi bersama ayat-ayat berikut:
وَإِنَّ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمۡ فَٱعۡبُدُوهُۚ هَٰذَا صِرَٰطٞ مُّسۡتَقِيمٞ
“Sesungguhnya Alloh adalah Robbku dan Robb kalian, maka sembahlah (ibadahilah) hanya Dia. Ini adalah sirotulmustaqim(jalan yang lurus).” [QS. Maryam (19): 36]
وَأَنِ ٱعۡبُدُونِيۚ هَٰذَا صِرَٰطٞ مُّسۡتَقِيمٞ
Lihat Artikel lainnya!
“Dan hendaklah kalian menyembah-Ku (beribadah kepadaku saja). Inilah sirotulmustaqim(jalan yang lurus).” [QS. Yasin (36): 61] (Rambu-Rambu Sirotulmustaqim)
- Ittiba’
Ittiba’berarti “pengikutan”. Ittiba’ yang dimaksud sebagai dasar agama Islam adalah pengikutan kepada Rosululloh ﷺ dalam memahami Islam dan menerapkannya. Karena Rosululloh ﷺ sendiri hanya komitmen terhadap pengikutan kepada wahyu Ilahi, maka pada hakikatnya ittiba’ adalah mengikuti wahyu dari Alloh ﷻ.
Tidak akan mungkin kita dapat menjaga kemurnian Islam kecuali dengan tetap konsisten (sangat tegas) kepada ittiba’. Meninggalkan ittiba’ secara keseluruhan, berarti keluar dari Islam. Sedangkan meninggalkan sebagian dasar ittiba’, berarti masuk ke dalam lingkaran bid’ah, bahkan bisa mengeluarkan seseorang dari Islam.
Kedudukan ittiba’ dalam Islam di antaranya:
- Rosululloh ﷺ mengikuti wahyu dan tidak sekali-kali memasukkan ke dalam Islam suatu ajaran yang berasal dari diri beliau sendiri. [Lihat: QS. al-Ahzab: 2, QS. al-Haqqoh: 44-46]
- Rosululloh ﷺ mengikuti jalan para nabi sebelumnya. [Lihat: QS. an-Nahl: 123]
- Kita diperintahkan untuk ittiba’. [Lihat: QS. al-A’rof: 3]
- Ittiba’ adalah bukti kecintaan kepada Alloh ﷻ. [Lihat: QS. Ali ‘Imron: 31]
Untuk lebih menyelami keterkaitan hubungan antara ittiba’ dengan sirotulmustaqim, mari kita renungkan bersama ayat-ayat berikut:
إِنَّكَ لَمِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ عَلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ
“Sesungguhnya kamu (wahai Rosululloh) salah seorang dari rosul-rosul. (Yang berada) di atas sirôtulmustaqîm (jalan yang lurus).” [QS. Yasin (36): 3-4] (Rambu-Rambu Sirotulmustaqim)
- Sumber yang benar dalam hukum dan pemahaman
Salah satu rambu sirotulmustaqimyang sangat penting adalah menimba pemahaman Islam atau hidâyah dari sumber yang benar. Satu-satunya sumber yang mutlak benar dalam Islam adalah wahyu Alloh ﷻ yang berbentuk al-Qur’an dan al-Hadits (as-Sunnah), yang harus dirujukkan (disandarkan pemahamannya) kepada Alloh ﷻ dan Rosul-Nya ﷺ.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur`ān) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [QS. an-Nisa’: 59]
Rosululloh ﷺ bersabda:
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang tidak akan sesat kalian selama kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu: Kitabulloh (al-Qur’an) dan sunnah Nabi-Nya.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad) (Rambu-Rambu Sirotulmustaqim)
- Metode Pemahaman yang benar
Ahlus Sunnah berpegang teguh kepada pemahaman dan metode pemahaman para sahabat, karena mereka adalah umat yang telah mendapat “serfitikat kebenaran” dari Alloh ﷻ melalui banyak ayat-ayat al-Qur’an. Demikian pula jika mereka telah berijma’ terhadap suatu masalah, maka ijma’ mereka adalah hukum yang wajib diikuti dan tidak boleh memilih pilihan lain selain pilihan mereka.
Selain memberikan “serfitikat kebenaran” tersebut, Alloh ﷻ pun telah mengancam orang-orang yang menyelisihi mereka. Untuk lebih jelasnya, renungkanlah ayat-ayat dan hadis berikut:
“Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami leluasakan dia di kesesatannya yang telah dijalani-nya itu, dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. an-Nisa’ (4): 115]
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Alloh.” [QS. Ali ‘Imron (3): 110]
“Sesungguhnya Alloh telah rido terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Alloh ﷻ mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” [QS. al-Fath (48): 18]
Sedekah Untuk Santri Tahfidz Penghafal Qur’an
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam penentangan (kesesatan). Maka Alloh akan memelihara kalian dari mereka. Dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS. al-Baqoroh (2): 137]
Rosululloh ﷺ bersabda:
(( لاَ يَجْمَعُ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةَ عَلَى ضَلاَلَةِ ))
“Alloh tidak akan menghimpun umat ini dalam kesesatan!” (HR. Hakim)
Jadi sudah menjadi keharusan yang pasti yang didukung oleh dalil yang kuat dan logika yang sehat untuk mengikuti ”jejak dan pemahaman” orang-orang yang Alloh ﷻ telah menamakan mereka ”orang-orang mukmin” dan sebagai ”sebaik-baik umat” serta dipuji-Nya dalam banyak ayat-ayat al-Qur’an, juga mereka adalah orang-orang yang Alloh ﷻ sendiri telah menyatakan bahwa Dia telah rido terhadap mereka serta mengancam orang-orang yang mengikuti selain jalan mereka. Rido Alloh ﷻ senantiasa untuk mereka! Mereka telah membayar dengan darah mereka dan dengan semua apa yang mereka miliki untuk sampainya hidayah yang mulia ini ke dalam hati-hati kita.